Minggu, 22 September 2013

Belajar Menulis Cerpen

CINTA SAPTA untuk “NDUT”

Angin berhembus damai siang itu, menerobos jendela kamar kos Rizki Noviana Wijayanti atau yang akrab disapa Ndut. Teman-teman memanggilnya demikian karena memang tubuhnya yang big. Meski begitu, Rizki tetap terlihat menarik apalagi di mata Sapta, lelaki yang sudah dua tahun menjalin hubungan kasih dengannya. Ndut tercatat sebagai mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta, sedangkan Sapta tercatat sebagai mahasiswa Universitas Brawijaya. Selain jarak yang cukup jauh, kesibukan masing-masing membuat rindu yang terpendam semakin menumpuk. Komunikasi hanya dilakukan lewat HP.
“Beb, jaga kesehatan ya. Setidaknya untuk satu minggu ini. J.”
Satu minggu lagi adalah hari spesial untuk Ndut, pasalnya Sapta yang sudah satu bulan tidak mengunjunginya akan datang mengunjunginya di sebuah tempat makan langganan mereka. Nah, agar Ndut terlihat lebih menarik di mata Sapta, Ndut menyiapkan segala hal. Ia mulai dengan perawatan wajahnya yang ditumbuhi jerawat. Dengan bangganya jerawat-jerawat itu tumbuh di kulit wajah Ndut yang sudah berminyak dan kusam. Kondisi ini membuat Ndut semakin tersiksa. Tentu saja Ndut tak mau Sapta melihatnya dalam kondisi yang mengenaskan seperti itu. Apalagi setelah sebulan tak bertemu. Ndut tak boleh pergi ke mana-mana. Kalau sering bepergian akan banyak debu dan asap yang menempel di wajahnya dan tentu saja perawatan wajahnya pun akan sia-sia. Alasan itulah menjadikan seorang Ndut yang sering bepergian mendadak berdiam diri di kos, hanya berteman TV, laptop, kasur dan bantal serta barang-barang lain di kamarnya.
Persiapan selanjutnya menjelang hari spesial itu adalah perawatan badan. Yah, agar kulitnya terlihat lebih terang, Ndut melakukan lulur setiap pagi dan sore. Sebenarnya hal utama yang ingin Ndut lakukan adalah menurunkan berat badannya, tapi apa daya untuk menurunkan berat badannya tak cukup dalam waktu satu minggu. Satu bulan pun ia pernah jalani namun hasilnya meski empat kilo sudah berkurang tetap saja tubuhnya big. Harus dua puluh kilo untuk terlihat kurus. Jadi, waktu yang tinggal satu minggu rasanya mustahil untuk dilakukan.
Esok adalah hari yang ditunggu Ndut, malam terasa sangat lama dan panjang. Waktu berjalan sangat lambat. Mata tak bisa terpejam padahal waktu sudah pukul satu malam. Ndut masih saja mematutkan dirinya di depan cermin dan sesekali senyumnya terlihat di cermin kamarnya yang masih terang oleh lampu neon putih lima belas watt. Berkali-kali ia mematutkan diri di depan cermin. Hingga terdengar suara ayam jantan yang mulai berkukuruyuk riang menandakan fajar tiba. Mendengar suara ayam jantan itu, Ndut terbengong dan kemudian tersadar ternyata jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga dini hari. Langsung saja ia meletakkan sisir di meja riasnya. Melepas baju spesialnya dan segera mematikan lampu, kemudian meloncat ke tempat tidurnya yang tidak empuk itu. Ia berusaha memejamkan matanya yang sulit terpejam, hingga akhirnya benar-benar terpejam.
Hari yang ditunggu akhirnya tiba, karena semalaman Ndut tidur terlalu pagi, hari ini dia bangun terlampau siang. Matanya membelalak begitu melihat sinar matahari yang menembus celah-celah jendela kamarnya yang tertutup korden ungu. Ndut masih terbaring di tempat tidurnya dengan mata yang membelalak dan jantungnya yang tiba-tiba berdegub kencang. Ia segera menguasai dirinya. Segera ia bangun dan menyambar handuk yang ia letakkan di kursi kamarnya, kemudian lari terbirit-birit menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi, segera ia kenakan pakaian yang paling bagus yang ia miliki, lebih tepatnya pakaian baru yang ia beli khusus menyambut Sapta. Atasan baju dengan sedikti renda di bagian lehernya dipadu padankan dengan celana jeans pensil kesukaannya. Rambut sebahu yang disisir rapi, tak lupa make up minimalis memoles wajahnya. Kali ini, Ndut terlihat sangat percaya diri untuk menemui Sapta.
Sesampainya di tempat makan yang terlihat unik karena bentuk bangunannya mirip rumah panggung. Ndut melihat sekelilingnya. Tak ada Sapta? Batang hidungnya pun tak nampak. Ndut berjalan menuju meja nomor 9 dan duduk di kursi yang selalu menjadi kebanggaan mereka. Ndut berkali-kali melihat sekelilingnya dan berkali-kali pula ia melihat jam tangan yang menempel di pergelangan tangannya. Baru 15 menit ia menunggu kedatangan Sapta. Jam sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB. Sapta telah berjanji menemuinya pukul 08.00 WIB di tempat ini. Terselip perasaan khawatir, sedih, dan kecewa di benaknya. Khawatir, karena siapa tahu Sapta telah meninggalkan tempat ini sebelum ia datang. Yah, karena Ndut datang terlampau siang. Sedih, karena apakah ini berarti Ndut gagal bertemu Sapta. Dan kecewa, mengapa Sapta tak menunggunya hingga ia datang. Ataukah Sapta gagal mengunjunginya? hand phone yang biasa menjadi andalan pun tidak aktif.
Seorang pelayan perempuan berjalan mendekati Ndut, “Permisi, apa mbak yang bernama Rizki Noviana Wijayanti?” tanyanya dengan sopan. Ndut sontak kaget melihat pelayan yang mengetahui namanya “Ya benar mbak, ada apa mbak?”. Lalu pelayan itu memberikan sepucuk surat dan setangkai bunga mawar merah pada Ndut, “Tadi ada pria menitipkan ini pada saya dan untuk diserahkan pada mbak”. Ndut terlihat bingung dan dugaannya benar. Surat dan bunga itu dari Sapta. Pelayan itu pergi meninggalkan Ndut dalam kebingungan.

Maaf, aku sudah menunggumu  hampir tiga jam. Aku tak bisa menunggumu lebih lama lagi. Aku akan kembali ke Malang siang ini juga karena masih banyak yang harus aku selesaikan di sana. Ternyata kebiasaanmu belum berubah. Selalu tidak bisa tepat waktu. Mungkin bulan depan kita bisa bertemu. Ku titipkan bunga mawar merah untukmu.
With Love,
                                                                                                                          Sapta

Dengan perasaan sedih, Ndut melipat kembali surat itu. Memesan rica-rica bebek kesukaan mereka dan menikmatinya tanpa Sapta. Kali ini Ndut berpikir, semuanya tidak lebih penting daripada waktu yang sangat berharga. Dan bulan depan adalah kesempatan yang diberikan Sapta padanya agar ia bisa tepat waktu ketika ada janji.




Orientation








Event








Event







     
        Event




Event











Complication








Complication






Resolution



Menulis Cerpen dengan Media Facebook

Cerpen yang berjudul Cinta Sapta untuk Ndut ditulis untuk memenuhi tugas akhir skripsi dengan memanfaatkan facebook untuk pembelajaran siswa. Meskipun cerpen merupakan sebuah karya sastra fiksi, tidak selamanya berupa khayalan atau imajinasi dari penulis belaka. Karya fiksi yang berupa khayalan tentunya memiliki pemikiran atau keterkaitan dengan dunia nyata. Facebook sebagai media dalam pembuatan cerpen, dapat membantu seseorang ketika miskin ide. Beberapa status yang tertera pada akun facebook seseorang (tentunya orang yang aktif up date status) dapat dijadikan ide untuk kejadian atau konflik dalam cerpen. 
Cerpen di atas, terinspirasi dari facebook salah seorang teman saya. Ada beberapa status saya tuangkan di sana dan tentunya saya kembangkan unsur konfliknya pula. Nah, di sinilah sifat imajinasinya. Konflik dan beberapa kejadian dari status (yang berupa nyata dikolaborasikan dengan imajinasi penulis). Rangkai status status tersebut sehingga membentuk kejadian yang runtut dan berkaitan. Selain facebook ada beberapa media yang juga bisa dimanfaatkan untuk membuat cerpen seperti koran. Selamat Belajar.

Tidak ada komentar: