TRAGEDI GALAU
AKU DAN KAU
-AKU-
Kau terlalu egois. Aku tidak suka dengan
sikap egoismu itu. Ini sungguh tidak adil. Aku harus memikulnya sendiri,
dipundaku kau letakan sebongkah hati yang retak. Dulu kau memupuknya hingga
subur. Namun, kini kau banting semuanya, dan pecahan itu kini kau kembalikan
padaku. Dan kau letakkan di pundakku.
Kesadaranku mulai turun jika otaku ini
tiba-tiba memutar kembali film lama yang telah aku kubur dalam-dalam. Dan kau
berkata padaku untuk tidak menggubrisnya. Kau pikir itu mudah? Yah, kau memang
egois. Lihat saja, kau enak-enakan minum kopi dan bercengkerama dengan
teman-temanmu.
Membayangkan
wajahmu saat ini saja rasanya ngeri. Bagaimana mungkin aku bisa secepat yang kau
kira untuk melupakan semua tanpa alasan.
Setiap hari, ketika gelap menjadi terang,
lintasan otaku begitu fokus pada wajahmu yang mengerikan. Dan siang, ketika
terang menjadi terik, lintasan itu hilang begitu saja. O tidak, terkadang juga
muncul kembali membawa wajahmu yang mengerikan. Dengan mata tajam menatapku
benci. Tak ada sungginngan senyum meski sedikit.
***
-KAU-
Kau pikir itu mudah, kau menancapkan
duri yang paling tajam di dada ini. Kau seolah melihatku penuh cinta tapi aku
tahu kau memelas di depanku, taukah kau, bahwa aku lebih benci dari yang kau
kira. Duri itu tidak bisa begitu saja hilang dan lenyap. Meski teman-teman
mulai menghiburku dengan bermacam cara gila mereka. Tapi tetap saja, rasa sakit
dari duri itu tak akan pernah hilang. Kucoba meneguk secangkir kopi yang setiap
pagi terhidang di meja makan. Namun bayangan wajah yang penuh amarah tetap saja
hinggap erat di otakku.
Dan apa kau tahu, ketika gelap menjadi
terang duri itu terasa begitu dalam menusuk. semakin dalam, semakin kuat, dan
semakin sakit. Mungkin aku akan terbiasa dengan keadaan seperti ini. Dengan
dada yang tertusuk duri. Aku katakan sekali lagi padamu, pergilah, aku sudah
tak membutuhkanmu lagi. Lupakan semuanya tanpa alasan.
***
AKU DAN KACAMATAKU
Seseorang bertanya padaku, deskripsikan cinta dengan satu kata.
“cinta itu, kacamataku” jawabku.
“lho, kok kacamata?” lanjutnya dengan penuh tanda tanya.
“Ya suka2 aku donk.” jawabku enteng sembari tersenyum.
“kok bisa? emang gmn? membantu melihat gitu?” lanjutnya yang masih
penasaran atas jawabanku tentang cinta.
“Kacamata, menjadi benda yang terpenting dalam perjalanan hidupku.
Bagaimana tidak? Kacamata membuatku aman dan nyaman. Begitu juga dengan cinta.”
PENGEMIS KOTA
Berada di sudut kota
Debu bercinta dengan asap
Tubuh kecil bertabur luka
Kau genggam lingkar logam
Hujan mengguyur kota
Tak jua kau hiraukan
Bersama mereka kawan kecil bertabur luka
Kau nyanyikan lagu gembira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar