Rabu, 23 Oktober 2013

Resensi Novel Bekisar Merah

IDENTITAS BUKU



JUDUL RESENSI            : WUJUD NYATA MANUSIA DALAM NOVEL BEKISAR  MERAH
JUDUL BUKU                 : Bekisar Merah
PENGARANG                 : Ahmad Tohari
PENERBIT                       : PT. GRAMEDIA PUSTAKA
KOTA TERBIT                : Jakarta
TAHUN TERBIT             : 2013
JUMLAH HALAMAN    : 360
UKURAN KERTAS        : 21 cm
JENIS/ KATEGORI         : Fiksi



SINOPSIS

Lasi adalah wanita dari Karangsoga yang mempunyai suami bernama Darsa. Ia pergi ke Jakarta karena tahu Darsa telah menghianati Lasi. Di sana ia tinggal di sebuah rumah makan milik Bu Koneng. Lasi tidak tahu bahwa ia akan diserahkan pada Bu Lanting untuk dijual kepada pelobi besar bernama Handarbeni. Di sana, Lasi dipaksa untuk menikah dengan Handarbeni. Bagaimanapun menjadi istri Handarbeni bukanlah hal yang diinginkannya.
Suatu hari Handarbeni menerima telepon dari Pak Bambung, pelobi tingkat tinggi ibu kota. Ia meminjam Lasi barang sebentar. Persetujuan pun terjadi. Tanpa mengetahui itu semua, Lasi diajak berlibur oleh Bu Lanting. Ia tidak tahu menahu bahwa kepergiannya ke Singapura adalah untuk menemani Pak Bambung makan malam. Setelah makan malam selesai, mereka pergi ke kamar dan mengobrol.
Lasi kembali dipaksa menikah dengan Pak Bambung oleh Bu Lanting. Seketika itu dia menolak dan memutuskan untuk pulang ke Karangsoga. Di sana Ia bertemu dengan Kanjat, seorang pemuda dua tahun lebih muda, namun pintar dan baik hati, di mata Lasi. Ia meminta Kanjat untuk mengantarnya ke rumah pamannya di Sulawesi, untuk menenangkan diri di sana. Atas saran Eyang Mus, seseorang yang dituakan di kampung Karangsoga, sebelum berangkat ke Sulawesi, Lasi dan Kanjat harus menikah karena tidak pantas laki- laki dan perempuan pergi berdua apalagi untuk waktu lama. Mereka pun setuju karena mereka memang saling menyukai. Lalu Lasi dan Kanjat pun akhirnya menikah siri. Dalam perjalanan menuju rumah pamannya, tiba-tiba Lasi dijemput secara paksa oleh Bu Lanting dan polisi dari Jakarta agar kembali tinggal bersama Pak Bambung. Akhirnya, Lasi kembali tinggal bersama bersama Pak Bambung.
Lasi merasakan bahwa ia hamil anak Kanjat, segera ia memberitahukan kehamilannya pada Kanjat. Selama lima bulan Kanjat menunggu Lasi dengan amat tersiksa. Kabar beredar bahwa Pak Bambung sudah ditahan dan para istrinya pun ikut diperiksa. Kanjat sangat khawatir dengan keberadaan Lasi. Kanjat ditemani Pardi menuju Jakarta untuk menyusul Lasi. Sesampainya di rumah Lasi, Lasi tidak ditemukan. Ternyata Lasi sedang diperiksa di kantor polisi. Mereka segera menuju kantor polisi untuk bertemu Lasi. Dengan bantuan seorang pengacara, teman Kanjat, akhirnya Lasi bebas. Akhirnya, mereka pulang ke Karangsoga dengan perasaan lega dan bahagia.


WUJUD NYATA MANUSIA
DALAM NOVEL BEKISAR  MERAH

Novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari merupakan salah satu novel yang memiliki daya tarik tersendiri terutama bagi pencinta sastra di Indonesia. Novel ini bercerita tentang sebuah kehidupan wanita Jawa dengan lika-liku hidupnya. Lasi, seorang wanita keturunan blasteran Jawa-Jepang ini dikisahkan sebagai perempuan paling cantik diantara sebayanya. Berikut beberapa keunggulan dari novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari.
Ahmad Tohari mampu menggambarkan dengan baik tradisi kultur Jawa, melalui masyarakat yang polos, lugu, dan memegang teguh nilai luhur budaya Jawa. Lasi dan Kanjat yang akan pergi ke Sulawesi tidak bisa hanya pergi berdua, karena ada batas kepantasan yang masih berlaku di Karangsoga. Laki laki dan perempuan  tidak pantas hanya pergi berdua, apalagi untuk waktu yang cukup lama. Maka Lasi dan Kanjat disarankan untuk menikah siri demi menjaga martabat dan kehormatan mereka. Berikut beberapa kutipan yang menggambarkan kultur masyarakat Jawa yang memegang teguh budaya Jawa.

Yang kukehendaki justru kalian berdua bisa berangkat namun tetap dalam batas kepantasan. Nah, agar pantas pergi berdua, kamu dan Lasi sebaiknya menikah dulu.... (Hal. 307)

Yang kumaksud, Kanjat dan Lasi menikah secara syariat atau secara siri, atau apalah namanya sebelum keduanya berangkat. Ini penting demi menjaga martabat dan kehormatan mereka, juga kita semua.... (Hal. 307)

Penciptaan konflik diantara tokoh juga sangat rapi. Lasi yang tahu suaminya Darsa telah menghianatinya lalu pergi ke Jakarta. Di sana ia terjebak perdagangan perempuan yang sama sekali tidak diketahuinya. Konflik kehidupan Lasi dengan Handarbeni, dilanjutkan konflik kehidupan Lasi dengan Pak Bambung diceritakan secara urut. Oleh sebab itu, pembaca lebih mudah memahami konflik yang terjadi.
Selanjutnya, cerita terasa begitu nyata, sehingga mampu membuat pembaca terhanyut dalam cerita. Latar tempat, suasana, maupun sosial digambarkan sangat rinci sehingga pembaca seolah-olah berada di Karangsoga dengan kultur Jawanya yang kental.  
Selalu ada panutan dan pesan moral di setiap persitiwa yang terjadi. Pesan moral yang tercipta diantaranya adanya sikap menolong pada tokoh Kanjat terhadap Lasi ketika akan pergi ke Sulawesi, Pardi yang dengan rela menemani Kanjat pergi ke Jakarta untuk menemui Lasi.

Ya, Paman Ngalwi yang kini tinggal di daerah transmigrasi Sulawesi Tengah. Aku ingin menyingkir dan bersembunyi di sana. mungkin untuk satu atau dua bulan. Atau entahlah, yang penting saat ini aku ingin menyingkir. Kamu masih seperti dulu, suka menolongku, bukan? (Hal.303)

Baik, aku mau mengantar kamu ke Sulawesi. Tetapi aku tidak bisa pergi seenaknya karena aku pegawai. Artinya, aku harus mengatur waktu.... (Hal.303)

Keunggulan selanjutnya yang dapat dipaparkan, Ahmad Tohari bertutur sangat baik tentang sistem kepercayaan Jawa dalam masyarakat, seperti pada saat Lasi mendengar suara puji-pujian dari surau Eyang Mus yang membuatnya merasa dimengerti, dipahami, dan diterima kembali oleh tanah kelahirannya. Juga para penyadap yang tetap berpuasa, meskipun mereka harus naik turun belasan pohon kelapa setiap hari.  

Yun ayun, ayun badan. Wong ayun susahing ati.
Badan siji digawa mati. wong neng  dunya sugih dosa.
Neng akherat dipun siksa. Gusti Allah, nyuwun ngapura.
Gendhung-gendhung pengeling eling.
Padha elinga mumpung urip neng dunya.
Padha ngajia lawang tobat esih menga.
Gawe dalan maring suwarga.
Aja babad kudhi jungkir.
Babadana klawan puji lan dikir. (Hal. 291)

Selain beberapa keunggulan di atas, novel Bekisar Merah juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu dikaji. Beberapa diantaranya, novel Bekisar Merah terlalu banyak menggunakan Bahasa Daerah, Bahasa Jawa, sehingga pembaca sulit untuk memahami isi cerita. Apalagi jika pembacanya adalah masyarakat di luar Jawa, mereka akan sulit memahami bahasa tersebut.

.... Kita sebaiknya nrima saja. Kata orang, nrima ngalah luhur wekasane....(Hal. 31)

.... Mangkat slamet, bali slamet, bisik Lasi. Amit-amit jangan seperti dulu, mangkat slamet, kembali sudah terkulai dalam gendongan Mukri. (Hal. 51)

Bahasa yang digunakan Ahmad Tohari juga terkesan vulgar. Ahmad Tohari seharusnya mampu menggunakan bahasa-bahasa kias tanpa mengurangi nilai estetika untuk menggambarkan sesuatu yang dirasa vulgar, seperti ketika Bunek si dukun berkomentar terhadap penyakit Darsa.

“Atau tentang pucuk Darsa yang lemah itu juga tidak apa-apa. Seperti ular tidur, nanti akan menggeliat bangun bila cuaca mulai hangat.” (Hal. 48)

Kemudian, Alur digambarkan kurang menarik sebab cerita mulai berjalan terlalu cepat dan tidak seimbang ketika memasuki bagian akhir. Ahmad Tohari terkesan terburu-buru menyelesaikan kisah Lasi dengan Kanjat.
Penggambaran kehidupan Lasi dengan Kanjat tidak terbangun dengan baik oleh Ahmad Tohari. Tokoh Kanjat dalam novel tersebut hanya sebagai penolong Lasi dalam menghadapi konflik dengan tokoh lain. Sosok Kanjat menjadi tidak bermakna utuh dan lebih nampak sebagai sekedar tempelan semata.
Sementara itu, jika dilihat dari segi layout sampul, kurang sesuai dengan judul novel dan kurang menarik. Novel yang berjudul Bekisar Merah hanya digambarkan sebuah kandang ayam dan bulu yang berwarna merah. Pemaknaan terhadap gambar tersebut menjadi kurang mengena pada pembaca. Padahal, Bekisar Merah memiliki makna ayam hasil persilangan ayam hutan dengan ayam kampung yang menghasilkan ayam yang indah, biasa digunakan sebagai pajangan. Sama halnya tokoh Lasi, seorang wanita blesteran Jawa-Jepang yang memiliki paras cantik dan semua orang menginginkannya.
Dari beberapa keunggulan dan kekurangan yang telah dipaparkan di atas, novel Bekisar baik untuk dipelajari bagi masyarakat saat ini, seperti tentang tidak baik jika seorang laki-laki dan perempuan bepergian jauh dalam waktu yang lama. Hal tersebut baik untuk ditiru atau diterapkan dalam kehidupan masyarakat saat ini.
Novel ini juga baik dibaca bagi pelajar yang ingin mempelajari budaya Jawa karena novel Bekisar Merah sarat akan kultur Jawa yang kental. Juga kepercayaan Jawanya yang digambarkan dengan rapi.  

Tidak ada komentar: