Matanya berapi–api, semangat
menceritakan apa yang terjadi dengannya. Tentang perselisihannya dengan salah
satu teman barunya. Gerakan tangan seolah menari mengikuti kekesalan hatinya.
Sesekali jilbabnya ikut menari terbelai angin lembut dari sawah yang terhampar
luas di seberang kami.
Beberapa dari kami menanggapinya
dengan tak kalah semangatnya. Anggukan–anggukan kepala terlihat seolah mereka
setuju, seolah mereka mengerti. Mata penuh ketertarikan itu terus menatap
matanya yang berapi–api .
Suara mulai dipelankan, seperti
berbisik. Bisikan itu terbawa angin sawah di sebrang kami, kemudian hilang
bercampur dengan partikel–partikel udara. Partikel–partikel itu bersatu terbang
ke sana–ke mari yang nantinya menuju satu titik.
Angin terlalu sejuk dan tenang untuk
mendukung bahasan mereka, kenyamanan ini membuat mereka lupa. Lupa bahwa angin
akan membawanya ke langit ke tujuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar